Memang sebagai sebuah badan usaha, rumah sakit dituntut untuk menghasilkan profit seperti yang diharapkan, atau bahkan kalau bisa melebihi target. Terkadang untuk sebagian rumah sakit, hal itu menjadi persoalan mendasar untuk memanfaatkan tiap kesempatan yang datang untuk menambah masukan dengan mengesampingkan fungsi utama rumah sakit itu sendiri.
Ayu adalah putri karyawan kantor Berita 68H Jakarta, Kurnianto. Ayu merupakan pelanggan tetap RS Harapan Kita, sudah tujuh tahun Ayu menjalani cuci darah terkait penyakit yang dideritanya tesebut.
Rabu (27/12), sekitar pukul 18.30 WIB, Ayu masuk Unit Gawat Darurat karena pembuluhnya darah pecah. Pukul 20.00 WIB, Ayu dimasukkan pihak RS Harapan Kita ke ICU. Di ruang ICU sedang berlangsung syuting.
Jarak tempat tidur Ayu ke lokasi syuting ada 4 bayi. Kru Production House (PH) bebas keluar masuk ruangan yang semestinya steril tersebut. Peralatan mereka yang berserakan, menggangu pasien yang berada di ruangan tersebut sehingga keluarga pasien terhalang masuk.
Kamis (27/12) pukul 02.00 WIB, saat kru masih sibuk dan berlalu lalang, Ayu mengalami koma. Jantungnya berhenti, dan mengharuskan untuk dipompa dengan alat. Namun usaha itu tidak membuahkan hasil, setengah jam kemudian, Ayu dinyatakan meningggal.
Sesaat setelah meninggal, Kurnianto melihat kru PH dan peralatan masih ada di RS. Beberapa kru tampak tertidur di ruang tunggu.
Kisah pasien yang tidak mendapatkan pelayanan memadai dari rumah sakit, juga pernah dialami oleh Putri Rahmadania (2). Bayi kelahiran 11 Agustus 2010 di Bandung itu harus bertahan dengan suatu penyakit yang menyerang sistem pernafasannnya, setelah ditolak berobat di rumah sakit hanya karena faktor kemiskinan.
"Kalau pernafasannya lagi terganggu anak saya sering suka biru-biru badannya. Bahkan suka terlihat kaya orang tak sadarkan diri, apalagi jika sakit bisa sampai lima kali sehari," kata Ayah Putri, Agus Hamdani (29) Juni lalu.
Tidak terima diperlakukan seperti itu, Agus lantas mengadukan ulah pihak rumah sakit ke Komisi E DPRD Jabar. Dengan begitu, mereka berharap ada solusi untuk biaya pengobatan Putri. Di Komisi E, Agus dan istrinya Kusti Amalia diterima langsung oleh ketua Didin Supriadin.
"Saya pernah mengikuti prosedur dengan cara meminta rujukan dari Puskesmas, di situ saya minta lanjut ke Rumah Sakit Al-Ikhsan tapi katanya tidak memiliki alat. Di Al-Ikhsan saya ke RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin). Mendapatkan hasil di RSHS saya disuruh kembali lagi ke RS Al-Ikhsan," ujarnya.[did]
0 komentar:
Posting Komentar