280 Internet Service Provider di Indonesia Terancam Sanksi Hukum?

Ilustrasi (media.viva.co.id)

Lha kok bisa? Ya itu dia, kalo kasus IM2 dilanjutkan proses hukumnya, maka 280 Internet Service Provider (ISP) bakal bernasib yang sama. Pasalnya PT Indosat Mega Media (IM2) dituding menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G. Sementara kerjasama yang seperti ini juga dilakukan oleh 280 ISP lain. Paling tidak pendapat ini dikemukakan oleh Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia, Samuel A. Pangerapan (Kontan, 11/12/2012) dan Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P. Santosa (Bisnis.com, 12/12/2012).

Pernah baca atau denger Kasus PT Indosat Mega Media (IM2) belom? Udah setahun lho nih. Itu lho, gara-gara Kejaksaan Agung gak bisa bedain antara “jaringan” dan “frekuensi“, kata pak Sofyan Djalil, mantan menteri BUMN (Bisnis.com, 12/12/2012)

Menurut Kejaksaan, IM2 menggunakan dan menjual frekuensi tanpa izin dari pemerintah. Sedangkan menurut banyak pihak, termasuk kementrian komunikasi dan informatika, IM2 hanya menggunakan jaringan Indosat. Sebagai anak perusahan IM2 tidak memiliki infrastruktur seperti base transceiver station (BTS), seperti dongle Internet yang jaringannya dimiliki Indosat, seperti yang ditutur pak Sofyan.

Bingung ya? Hmm.. analoginya kira-kira begini, seperti juga dikemukakan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Nonot Harsono, seperti dilansir Okezone, 9/12/2012. Pemerintah diibaratkan memiliki sebidang tanah, dan hanya disewakan kepada Indosat, Telkomsel dan XL untuk mendirikan mall menggunakan namanya masing-masing, tidak boleh ada mall lain atas nama siapapun kecuali ketiga provider ini. Ketiga provider tersebut kemudian mendirikan mall. Setelah selesai, Indosat sebagai pemilik, menyewakan stand/kios dalam mall tersebut kepada berbagai kalangan, salah satunya adalah IM2. Nah untuk kewajiban sewanya, logikanya IM2 membayar ongkos sewa kepada Indosat bukan kepada pemerintah. Kecuali kalau Indosat melanggar perjanjian dengan membagi tanahnya kepada IM2 untuk mendirikan mall lain atas nama IM2.

Lalu mana yang bener? Entahlah, kalo beda presepsi jadinya runyam. Menurut Kejaksaan, ada tindak pidana karena IM2 dianggap menggunakan frekuensi Indosat tanpa izin pemerintah dan merugikan negara. Seperti yang dilaporkan tempo, 15/11/2012, pada tahun 2007 Indosat mendapat pita frekuensi 3G bersama Telkomsel dan XL. Namun, Indosat menjual frekuensi ini sebagai Internet Broadband melalui anak usahanya IM2. IM2 dilaporkan tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan pada pita frekuensi 2,1 GHz sehingga dianggap tidak berhak memanfaatkan jalur tersebut.

Karena kejaksaan kesannya ngotot dan tidak mau berkoordinasi dengan kementrian teknis yang ngurusin hal beginian, menurut, Okezone, 11/12/2012, Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, pada tanggal 13/11/ 2012, mewakili pemerintah (regulator) telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Kejaksaan Agung, dan ditembuskan kepada Presiden, Wakil Presiden, Menko Perekonomian, Kepala BPKP, dan Kepala BKPM. Surat bernomor T-684/M.KOMINFO/ KU.O4.01/11/2012, menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) INDOSAT-IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan, yaitu Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo Pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan PP No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi.

Namun ‘anehnya’, Kejaksaan Agung tidak merespon keterangan Menkominfo sebagai regulator telekomunikasi tersebut, apalagi kedua lembaga negara ini pasti bertemu dalam sidang kabinet.

Bukannya ada koordinasi baik, malah sekarang masing-masing pihak bersikukuh pada pendiriannya. Kejaksaan tetap ngotot melanjutkan perkara ini, sedangkan Kemenkominfo sudah menyatakan dengan jelas bahwa tidak ada pelanggaran hukum. Bahkan sejak kasus ini digulirkan, hingga saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2 dan mantan Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam sebagai tersangka (Kontan, 11/12/2012)

Selain menetapkan tersangka, dan menyatakan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, kepada tempo , 14/12/2012, dalam pengembangan penyidikan kasus IM2 ini, tim penyidik pidana khusus telah memeriksa 30 orang saksi, yakni tiga ahli dari BPKP, pakar hukum pidana, dan ahli teknologi informasi. Lha ini ahli teknologi informasi yang mana? Yang pasti, kemenkominfo memiliki pendapat yang lain.

Semakin ruwet saja perjalanan kasus ini, dikhawatirkan dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Seperti yang disampaikan Tifatul Sembiring, kepada Kompas.com, 11/12/2012. Perlu diketahui, IM2 sebagai anak perusahaan PT Indosat Tbk, kepemilikan sahamnya dipegang oleh Qatar Telecom (Qtel). Oleh karena itu, Tifatul khawatir sebagai pemain global, Qtel akan hengkang dari Indonesia.

Sinyal yang disampaikan Tifatul tentu saja serius, karena menurut Presiden Direktur & CEO Indosat Alexander Rusli, ada surat resmi dari pemerintah Qatar ke pemerintah RI terkait kasus IM2. Seperti yang dilansir oleh Detik, 06/12/2012.

Selain Tifatul, kekecewaan pun datang dari 15 asosiasi industri telekomunikasi, mereka keberatan dengan sikap Kejaksaan Agung meneruskan masalah ini ke meja hijau, seperti yang dilansir kontan, 11/12/2012. Bahkan asosiasi lain seperti Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI), Indonesia Telecom User Group (IDTUG), Indonesia Wirelesss Broadband (ID-WiBB), Indonesia Wireless Internet Indonesia (INDOWLI), dan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) juga menyatakan pendapat yang sama.

Karena begitu banyak pihak yang keberatan, apakah kasus ini dapat dihentikan karena Kejagung telah melimpahkan berkas dan tersangka kasus tersebut ke Kejari Jakarta Selatan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta? Entahlah. Namun menurut penasihat hukum mantan Dirut IM2 Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan, seperti dilansir oleh Inilah.com, 26/12/2012, kasus ini bisa saja dihentikan seperti kasus Bibit-Chandra dengan SKPP. ”Jadi yang namanya berkas lengkap itu bukan berarti harus ke pengadilan, itu sudah diatur dalam pasal 139 KUHAP,” kata Luhut. “Permintaan SP3 ini punya dasar-dasar yang kuat dan menyangkut kepentingan khalayak ramai,” menurutnya

Lebih lanjut menurut Luhut, Kalau IM2 dinyatakan melanggar hukum, maka semua pasti kena, sampai warnet bisa dipenjara. Bisa begitu? Kembali lagi ke judul tulisan ini, kalau memang demikian, bisa jadi 280 ISP terancam hal yang sama dan mungkin banyak pihak akan “teriak” nantinya, terutama bagi pelanggan internet. Semoga saja, rakyat tidak dirugikan, keadilan dapat ditegakkan dan iklim investasi tidak mengganggu perekonomian nasional.

Kita tunggu saja episode selanjutnya…

Artikel Menarik Lainnya



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog